Kamis, 08 September 2011

Pengaruh Gizi terhadap Penyakit Kardiovaskular

Cayank ne lgi artikel nya .....sumbernya dari http://www.smallcrab.com/
Penyebab penyakit kardiovaskular adalah multifaktorial. Secara umum telah disepakati bahwa kadar kholesterol yang tinggi dalam darah, hipertensi, dan merokok berperanan penting dalam terjadinya atherosklerosis yang merupakan salah satu bentuk penyakit kardiovaskular.

Sebagian besar faktor risiko penyakit jantung, baik faktor risiko primer maupun sekunder, banyak berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan diet. Faktor gizi yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini adalah masukan kholesterol, jumlah dan macam lemak, energi, protein, vitamin A, E dan C, serat makanan dan beberapa mineral khususnya Na, Fe, Ca, Mg, Cu, Zn dan Se. Sementara faktor bukan gizi yang akan dibahas adalah alkohol dan kopi.

Masukan kolesterol

Kholesterol dalam darah berasal dari dua sumber, yaitu diet atau kholesterol eksogen dan hasil sintesis dalam tubuh atau kholesterol endogen. Hanya sekitar 25%—50% kholesterol dari diet yang dapat diabsorbsi, selebihnya dibuang melalui tinja. Jika masukan kholesterol meningkat, sintesis kholesterol akan ditekan.

Studi klinis, epidemiologi maupun studi dengan hewan percobaan memperlihatkan bahwa masukan kholesterol merupakan faktor terpenting yang menentukan kadar  kholesterol dalam darah. Peningkatan kholesterol dalam darah merupakan faktor risiko yang penting pada penyakit kardiovaskular. Risiko ini terutama berhubungan dengan peningkatan kadar kholesterol berkerapatan rendah (LDL) dalam darah. Sebaliknya penurunan kadar kholesterol berkerapatan tinggi (HDL) juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.

Dengan demikian konsep normal kadar kholesterol total dalam darah hanya mempunyai arti kecil; studi observasi menunjukkan bahwa satu populasi dengan rata-rata kholesterol total dalam darah 10% lebih rendah daripada populasi lain, akan menderita penyakit kardiovaskular sepertiga lebih rendah, dan perbedaan 30% kholesterol total dalam darah diperkirakan menyebabkan perbedaan penyakit kardiovaskular sampai empat kali. Rasio LDL-HDL merupakan faktor risiko yang lebih penting daripada total kholesterol dalam darah maupun LDL dan HDL secara terpisah.

Keys dkk pada tahun 1965 dan Hegsted dkk pada tahun yang sama telah mengembangkan suatu formula (rumus) untuk mengestimasi atau memperkirakan perubahan kholesterol dalam darah. Kedua rumus tersebut adalah sebagai berikut :
delta Chol = 1,35 (2 delta S — delta P) + 1,52 delta Z(9)
delta chol = 2,16 delta S — 1,65 delta P + 0,0677 delta C — 0,53(10)

Delta Chol = estimasi perubahan kholesterol dalam darah (mg/dl)
Delta S = perubahan persen energi yang berasal dari lemak jenuh per hari
Delta P = perubahan persen energi yang berasal dari lemak tak jenuh ganda
Delta Z = perubahan akar kuadrat dari masukan kholesterol dalam mg per 1000 Kilo kalori
Delta C = masukan kholesterol (mg/hari).

Rumus atau formula di atas berlaku secara umum, namun setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap masukan kholesterol. Perbedaan respon ini disebabkan pengendalian secara genetik dalam metabolisme lemak. Sebagai konsekuensinya akan terdapat kelompok orang yang tidak mengalami kenaikan kadar kholesterol dalam darahnya walaupun masukan kholesterol meningkat tajam. Kelompok orang-orang ini dinamakan hiporesponder.

Sebaliknya terdapat pula kelompok orang yang mengalami kenaikan kadar kholesterol dalam darah secara tajam, walaupun masukan kholesterolnya hanya meningkat sedikit. Kelompok ini disebut hiperresponder. Susilowati, 1991 dalam penelitiannya menggunakan tikus percobaan mendapatkan bahwa masukan kholesterol yang tinggi dalam makanan dapat mempengaruhi kadar kholesterol darah dan meningkatkan kholesterol dalam hati secara dramatis.

Masukan lemak
Dalam mengkaji hubungan antara masukan lemak dengan penyakit kardiovaskular, perlu diperhatikan proporsi energi berasal dari lemak serta macam lemak yang dikonsumsi.

Berdasarkan sumbernya lemak dapat dibedakan menjadi dua yaitu lemak nabati dan hewani. Secara umum lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh ganda (PUFA = Polyunsaturated fatty acid) maupun tunggal (MUFA = Monounsaturated fatty acid), kecuali lemak yang berasal dari kelapa. Sementara lemak hewani umumnya banyak mengandung lemak jenuh (SAFA = Saturated fatty acid), seperti asam miristat (C14), asam palmitat (C16), asam stearat (C18).

Mengkonsumsi banyak asam lemak jenuh akan meningkatkan kadar kholesterol dan trigliserida dalam darah. Makanan hewani selain banyak mengandung lemak jenuh juga mengandung kholesterol, sebaliknya makanan nabati yang sedikit mengandung lemak jenuh, juga tidak mengandung kholesterol.

Macam lemak dalam diet merupakan faktor tunggal dalam diet yang paling kuat mempengaruhi konsentrasi kholesterol. Studi di tujuh negara menunjukkan hubungan yang positif antara masukan lemak jenuh dan insiden kardiovaskular selama 10 tahun. Populasi dengan rata-rata masukan lemak jenuh 3% dan 10% dari masukan energi, bercirikan kholesterol total dalam darah 5,17 mmol/l (200 mg/dl), dan tingkat kematian karena penyakit kardiovaskular juga rendah. Jika masukan lemak jenuh di atas 10% dari masukan energi, akan terlihat peningkatan kematian karena penyakit kardiovaskular.

Di antara berbagai macam asam lemak jenuh, asam palmitat (C16:0) dan asam miristat (C14:0), mempunyai pengaruh paling kuat terhadap kholesterol total dalam darah. Sementara asam lemak jenuh dengan rantai karbon di bawah 10 atau di atas 18, pengaruhnya kurang kuat terhadap kholesterol total dalam darah. Asam laurat (C12:0) dan asam miristat (C14:0) banyak terdapat pada minyak kelapa, sementara asam palmitat (C16:0) dan asam stearat (C 18:0) banyak terdapat pada kakao.

Peranan asam lemak tak jenuh seperti asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA), asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) baik dari kelompok omega-3 maupun omega-6, dalam pencegahan penyakit kardiovaskular masih tetap belum jelas. Penduduk di negara-negara Mediteranian yang mengkonsumsi lemak di atas 40% dari masukan energi, mempunyai kejadian penyakit kardiovaskular rendah.

Sementara orang-orang Eskimo yang juga mengkonsumsi lemak tinggi, terutama dari jenis lemak omega-3, kejadian penyakit kardiovaskular juga rendah. Perlu diingat bahwa ciri susunan diet orang-orang Eskimo dan Mediteranian adalah rendah asam lemak jenuh. Belum tersedia informasi tentang pengaruh diet yang mengandung asam lemak omega-6 di atas 7% dari masukan energi dalam jangka waktu lama di dalam suatu populasi.

Penelitian klinik dan penelitian menggunakan hewan percobaan membuktikan bahwa asam lemak omega-6 yang dipakai untuk menggantikan asam lemak jenuh, dapat menurunkan kholesterol total, LDL, dan HDL dalam darah. Minyak ikan yang kaya asam lemak omega-3 secara taat azas menurunkan trigliserida darah dan memperpanjang waktu pembekuan darah.

Pengaruh asam lemak omega-3 terhadap LDL bervariasi. Data tentang pengaruh asam lemak omega-3 dosis tinggi terhadap kesehatan dalam jangka waktu lama, masih terbatas. Sebuah studi epidemiologi di Belanda menunjukkan bahwa mengkonsumsi ikan sekurang-kurangnya 30 g dengan frekuensi 1–2 kali per minggu dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskulat.

Studi klinik dan studi menggunakan hewan percobaan memberikan indikasi bahwa penggantian asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dalam diet, berhasil menurunkan kadar kholesterol total dan LDL dalam darah tanpa penurunan HDL. Akhir-akhir ini dalam anjuran diet banyak dipakai rasio antara PUFA, SAFA, dan MUFA, 1:1:1.

Di antara asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA), asam oleat (C18:1) paling banyak dijumpai di alam. Asam ini banyak didapati pada minyak biji zaitun (rape seed oil), minyak biji matahari, minyak biji safflower yaitu tumbuhan yang berasal dari Erasia dengan kandungan antara 65–85%. Dari kelompok asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) omega-6, asam linoleat (C18:1) adalah yang paling banyak dijumpai. Asam lemak ini banyak terdapat pada minyak nabati seperti minyak biji matahari (65%), margarin lunak (60%), minyak jagung (60%) dan minyak kedelai (55%).

Sementara asam lemak omega-3 juga didapati pada minyak nabati seperti minyak biji rami (50%), minyak kedelai (10%). Asam lemak omega-3 dengan atom C rantai panjang dan ikatan rangkap 5 (asam eikosapentanoat = EPA) atau 6 (asam dokosaheksanoat = DHA) banyak dijumpai pada ikan.

Masukan energi
Masukan energi yang berlebihan baik energi yang berasal dari karbohidrat, lemak, protein maupun alkohol, dapat mempertinggi trigliserida dan kholesterol dalam darah. Dalam mempelajari hubungan antara masukan energi dengan penyakit kardiovaskular, tidak dapat hanya melihat masukan energi saja, melainkan harus diperhatikan proporsi energi yang berasal dari lemak terutama lemak jenuh serta kaitannya dengan obesitas dan aktifitas fisik.

Peranan obesitas dalam etiologi atherosklerosis dan penyakit kardiovaskular masih belum jelas. Adipositas berkorelasi terbalik dengan konsentrasi HDL. Peningkatan jaringan adipos yang berarti pula peningkatan berat badan, akan diikuti penurunan HDL yang selanjutnya risiko mendapatkan penyakit kardiovaskuler akan meningkat.

Obesitas atau kegemukan berkaitan erat dengan gaya hidup tertentu termasuk diet atau makanan yang berlebih serta latihan fisik yang kurang. Dengan demikian pengontrolan berat badan dengan latihan fisik dan diet yang seimbang merupakan upaya yang baik dalam mengurangi atau memperkecil risiko terkena penyakit kardiovaskular.

Protein
Dalam penelitian dengan hewan percobaan ditemukan bahwa diet yang mengandung tinggi protein terutama protein hewani akan mengakselerasi atherosklerosis. Kasein mempunyai efek hiperkholesterolemik dan lebih aterogenik dibandingkan dengan protein kedelai. Pada penelitian menggunakan hewan percobaan, protein kedelai masih mampu menekan kenaikan kholesterol darah walaupun dalam dietnya ditambah 1% kholesterol.

Studi lain yang menggunakan protein kedelai dan protein nabati lain untuk menggantikan kasein, juga memberikan hasil yang sama. Tampaknya pengaruh macam protein (protein kedelai) terhadap penurunan kholesterol dalam darah lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh asam lemak omega-6 maupun asam lemak omega-3, walaupun terdapat interaksi antara keduanya.

Vitamin A, E dan C
Vitamin A dan E berperan dalam melindungi endotelium dan juga merupakan antioksidan yang dapat melindungi peroksidasi lemak. Vitamin A dan E dapat melindungi kejadian agregasi platelet, mempengaruhi transpor oksigen dan penggunaannya, meningkatkan HDL dan meningkatkan kemampuan asam nikotinat dalam menurunkan lipida darah. Vitamin A dan E dapat berperan dalam pencegahan primer terhadap kelainan metabolisme yang merupakan penyebab hiperlipoproteinemia, dan dapat pula berperan dalam pencegahan sekunder untuk mengurangi lipida darah yang dapat menyebabkan risiko aterogenesis.

Gey (1991) dalam penelitiannya menyimpulkan adanya korelasi negatif yang kuat antara konsentrasi vitamin E dalam darah dengan kematian karena penyakit jantung iskhemik (PJI), juga ditemukan korelasi negatif yang tidak begitu kuat antara kadar vitamin A dalam darah dengan kematian karena PJI. Jika tiga faktor risiko penyakit kardiovaskular yaitu kholesterol, hipertensi dan merokok, dikontrol, kombinasi vitamin E dan A mempunyai korelasi negatif yang sedikit lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E tersendiri. Dalam kesimpulan akhir dikemukakan bahwa efek protektif dari vitamin E dapat ditingkatkan oleh vitamin A, karoten, dan vitamin C.

Observasi penggunaan vitamin C dosis tinggi untuk menurunkan kholesterol darah pada hewan percobaan (kelinci dan babi) yang diberi diet kholesterol mengilhami suatu ide bahwa vitamin C dapat menurunkan kholesterol darah para penderita hiperkholesterolemia. Untuk mengkaji hal tersebut, dilakukan studi klinik yang tidak terkontrol (uncontrolled clinical trials). Studi klinik tersebut menunjukkan hasil yang bertentangan, yaitu tidak terbukti bahwa vitamin C berhubungan dengan penyakit kardiovaskular.

Mineral
Mengenai peranan garam Natrium (Na) dalam hubungannya dengan penyakit kardiovaskular, terutama hipertensi; sampai saat ini masih belum dicapai kesepakatan bulat. Banyak studi epidemiologi dan studi menggunakan hewan percobaan mengungkapkan adanya hubungan tersebut.

Pada kelinci dan tikus yang menderita defisiensi kalsium, kadar kholesterol dalam darahnya meningkat. Suplementasi kalsium pada hewan percobaan dapat menurunkan lipida darah mendekati atau bahkan lebih rendah daripada kontrol, tetapi juga berasosiasi dengan insidensi lesi jantung dan lesi ginjal.

Penelitian yang tidak terkontrol terhadap 10 penderita hiperlipidemia menunjukkan bahwa penambahan 800 mg kalsium per hari (dalam bentuk kalsium karbonat) selama satu tahun, dapat menurunkan kholesterol dalam darah sebanyak 25%. Penelitian lain terhadap sekelompok wanita yang berusia lebih tua, suplementasi 750 mg kalsium per hari dapat menurunkan kholesterol darah 36 mg/dl dari rata-rata 266 mg/dl.

Magnesium dan kalsium mungkin berinteraksi dengan lemak dalam promosi terjadinya lesi aterosklerotik. Pada hewan percobaan, peningkatan insiden lesi jantung dan lesi ginjal berasosiasi dengan masukan kalsium yang sangat tinggi, dan ini dapat diturunkan atau bahkan dihilangkan dengan diet tinggi magnesium. Efek protektif ini hanya berlaku jika masukan kalsium sangat tinggi (0,6% berat), dan hanya berlaku jika terdapat kenaikan kholesterol darah.

Pada hewan percobaan, defisiensi tembaga (Cu) berasosiasi dengan kerusakan kardiovaskular dan ketidaknormalan metabolisme kholesterol. Dalam satu studi pada manusia, defisiensi Cu akan mengakibatkan kenaikan kholesterol dalam darah. Kenaikan ini mungkin karena Cu merupakan ko faktor untuk enzim yang terlibat dalam sintesis kholesterol dan degradasi lipoprotein.

Peningkatan Zn dalam diet akan meningkatkan kebutuhan Mg. Atas dasar ini dibuat postulasi bahwa rasio Zn-Cu yang tinggi pada diet orang Amerika, dapat merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Suplementasi Zn yang diberikan kepada anak dalam jangka waktu panjang, tidak berasosiasi dengan kenaikan kholesterol dalam darah. Meski suplementasi Zn dalam dosis tinggi telah dilaporkan dapat menurunkan kholesterol HDL, dosis yang fisiologik tidak mempunyai efek pada lipida darah.

Selenium (Se) yang sangat rendah dalam diet orang-orang Cina, telah dihubungkan dengan kejadian kardiomiopati pada anak. Meski peran Se sebagai penyebab belum jelas, studi epidemiologi menunjukkan peranan defisiensi Se dalam penyakit kardiovaskular. Di Amerika Serikat, kematian karena penyakit kardiovaskular ditemukan lebih rendah di daerah yang tanahnya mempunyai kandungan Se tinggi. Hal yang serupa juga ditemukan di Swedia, yaitu kematian karena penyakit kardiovaskular lebih rendah di daerah yang mendapat air dengan kandungan Se lebih tinggi.

Akan tetapi studi lain tidak berhasil mendemonstrasikan adanya perbedaan konsentrasi Se dalam serum dan urin dari penderita hipertensi atau penderita penyakit jantung koroner yang meninggal karena infark miokard dan atherosklerosis dibandingkan dengan kontrol. Platelet pada  manusia mengandung Se lebih banyak daripada jaringan lainnya. Ini memberikan indikasi bahwa defisiensi Se dapat berpengaruh terhadap thrombosis. Dari studi dikemukakan bahwa defisiensi Se mengurangi aktifitas antioksidan platelet, dan aktifitas ini pulih dengan suplementasi Se.

Dalam studi prospektif di Finlandia, didapatkan hubungan antara konsentrasi Se yang rendah dalam darah dengan manifestasi klinik penyakit kardiovaskular. Pada studi kasus kontrol terhadap populasi yang lain, juga di Finlandia, ditemukan korelasi yang tinggi antara kadar Se dalam darah dengan asam eikosapentanoat (EPA). Dalam studi tersebut, sulit memisahkan efek aterogenik dari Se dan asam lemak omega-3, karena ikan merupakan sumber utama Se dan sekaligus sumber asam lemak omega-3 dalam diet orang-orang Finlandia.

Peranan zat besi (Fe) dalam penyakit kardiovaskular menjadi menarik karena kontribusinya pada aterogenesis dan/atau kerentanan miokardium menjadi ishkemik. Tingginya simpanan zat besi dalam hati merupakan faktor risiko tersendiri atau merupakan kombinasi dengan lipoprotein. Zat besi berperan sebagai katalis dalam hidroksil radikal (OH. ) melalui reaksi Haber-Weiss, dan berperanan penting dalam peroksidasi lemak.

Alkohol dan kopi
Hubungan antara konsumsi alkohol dengan penyakit kardiovaskular sangat kompleks. Masukan alkohol yang tinggi berasosiasi dengan kematian karena penyakit kardiovaskular. Konsumsi alkohol yang tinggi akan meningkatkan trigliserida dalam darah dan tekanan darah.

Beberapa studi berhasil menunjukkan bahwa konsumsi alkohol (etanol) dalam jumlah yang rendah atau sedang, akan meningkatkan HDL dalam darah, dan tentu saja ini menguntungkan bagi pencegahan penyakit kardiovaskular. Meski tampaknya konsumsi alkohol dalam jumlah rendah atau sedang menguntungkan kesehatan jantung, tetapi tidak dianjurkan kepada masyarakat.

Beberapa studi terhadap sejumlah besar individu telah menunjukkan bahwa meminum kopi dapat meningkatkan kholesterol dalam darah. Mekanisme peningkatan ini masih belum jelas, akan tetapi kopi yang dibuat dengan cara diekstraksi mempunyai efek yang lebih kecil dibandingkan dengan kopi yang dibuat secara tradisional (kopi tubruk).

Serat makanan
Serat makanan mempunyai kemampuan menurunkan kholesterol dalam darah. Pektin, serat makanan yang banyak didapati dalam apel dan buah-buahan lain, dapat menurunkan LDL, kholesterol total, dan menekan sintesis kholesterol dalam usus halus pada binatang percobaan.

Konsumsi karbohidrat terutama sukrosa dapat meningkatkan trigliserida dalam darah, sementara karbohidrat kompleks (pati/ tepung) kurang aterogenik dibandingkan dengan karbohidrat lain yang lebih sederhana (mono dan disakarida).

Pedoman Diet

Tidak semua faktor risiko penyakit kardiovaskular dapat dikendalikan, maka pengaturan diet merupakan salah satu upaya strategis untuk memperkecil risiko penyakit kardiovaskular.

Memperhatikan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan peranan gizi dalam mengurangi risiko tersebut, maka prinsip diet yang dapat dianjurkan adalah sebagai berikut :
  • Masukan energi seimbang, dalam arti sesuai dengan kebutuhan.
  • Energi yang berasal dari lemak tidak lebih dari 30%.
  • Proporsi PUFA:SAFA:MUFA adalah 1:1:1.
  • Batasi konsumsi alkohol dan kopi.
  • Lebih banyak dan lebih bervariasi menggunakan sayur dan buah.
  • Batasi penggunaan makanan olahan atau yang diawetkan, dan perbanyak makanan segar.

sumber:
Cermin Dunia Kedokteran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar